HARI ANTI MADAT

Seorang filsuf bernama John Fletcher, menyatakan : “Engkau boleh menikmati madat hari ini, dan semua penderitaan dapat diredam, tetapi …. Mungkin besok engkau tidak akan berbuat apa-apa lagi selama-lamanya”. Dengan kata lain, madat memberikan kenikmatan sesaat tetapi tidak memberikan kenikmatan seterusnya karena engkau telah terhapus dari peta kehidupan manusia.
Demikian dahsyatnya akibat dari menikmati madat, dan sudah sekian banyak korban meninggal sia-sia karena madat itu. Oleh karena itu secara internasional ditetapkanlah 26 Juni sebagai Hari Anti Madat Dunia. Setiap diri memang mudah jatuh ke dalam bujukan madat itu, tetapi perlu diingat bahwa menggandrungi dan mencari hiburan lewat madat melambangkan kelirunya gambaran tentang tujuan hidup, salahnya pemanfaatan perangkat-perangkat hidup, pemborosan uang, penghancuran masa depan, dan merusak kehidupan, memperpendek usia harapan hidup.
Islam dengan jelas melarang umatnya menyakiti / menyiksa / merusak diri sendiri dan manusia umumnya. Oleh karena itu bentengi diri dengan keimanan dan ketakwaan, agar madat/narkoba, minuman keras, judi akan lumpuh dan tak berdaya tarik.(salam-online.web.id)

Kejujuran Siami dan Buah Hatinya

 
Siami dan buah hatinya, Alifa Ahmad Maulana merupakan pribadi-pribadi langka. Rasanya tidak berlebihan keduanya mendapat penghargaan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai ikon kejujuran pada peringatan Hari Anak, 23 Juli mendatang. Di tengah pesimisme akan rendahnya kejujuran di kalangan anak-anak kita, di tengah keprihatinan akan karut-marut pendidikan kita, kisah Siami dan Aam, siswa kelas VI SDN Gadel II, Kecamatan Tandes, Surabaya, memberikan banyak teladan dan menggugah nurani.

Keberanian mengungkap kasus menyontek masal itu sungguh luar biasa, kendati keluarga Siami harus menghadapi tekanan pihak sekolah dan masyarakat. Sikap itu sejalan dengan kejujuran yang menjadi tema utama ujian nasional tahun ini. Yang memprihatinkan, seperti kasus kecurangan di SMA Pohuwato, Gorontalo, inisiator kecurangan SDN Gadel II juga kepala sekolah. Pengawasan ekstraketat pada semua titik rawan penyimpangan ternyata masih saja membuka celah, lagi-lagi karena faktor manusianya.

Pendidikan yang direduksi sekadar untuk meraih kelulusan akhirnya mendorong anak-anak dan para guru menghalalkan segala cara. Prosesnya justru menjadikan siswa tidak tumbuh secara manusiawi sebagai subjek, namun menjadi objek dan korban sebuah sistem. Kejujuran ibarat barang langka di institusi yang menjadi pilar utama pembentukan manusia berkepribadian dan berkarakter. Tepat kiranya, penguatan pendidikan karakter dengan tema ”Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti”, menjadi pilar kebangkitan bangsa.

Kematangan personalitas Siami dan Aam terlihat dari tindakan yang menunjukkan keluhuran nilai-nilai, keberanian memegang teguh prinsip dan tidak takut risiko. Internalisasi nilai-nilai dan norma, rupanya diimplementasikan sebagai pilihan sikap untuk mendahulukan yang maslahat ketimbang menutupi konspirasi kemudaratan. Tentu tidak mudah membangun pribadi dan keteguhan seperti ibu dan anak Siami - Aam itu, yang pasti menyadari risiko seperti apa yang bakal dihadapi dengan pilihan sikap tersebut.

Tanpa disadari, Aam menggambarkan sosok yang diamanahkan konstitusi kita, bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi siswa untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Pada masa anak-anaklah karakter dasar seseorang dibentuk. Karakter sebaiknya ditanamkan sejak usia emas anak-anak. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun, 30% berikutnya terjadi pada usia 8, dan hanya 20% pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.

Dari sinilah pendidikan karakter dalam keluarga menjadi kunci sebagai lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Bagi sebagian keluarga mungkin terasa sangat sulit, karena orang tua terlalu sibuk, mengejar karier, dan terjebak rutinitas. Mereka hanya mengandalkan pendidikan di lingkungan sekolah, bahkan mulai play group dan taman kanak-kanak. Siami memberikan teladan sangat berharga, dan putranya Alifa Ahmad Maulana menjadi mutiara yang kelak membangun masa depan bangsa.(suaramerdeka.com)

AKHLAQ DALAM ISLAM

Akar kata ‘AKHLAQ’ dalam bahasa ‘Arab adalah ‘kholaqo’ (masdar tsulastsy) yang merupakan akar pulakata-kata ‘kholiq’, ‘kholq’ dan ‘makhluq’. ‘kholaqo’ sendiri berarti menciptakan. Ketiga buah kata ‘Kholiq’, ‘Akhlaq’ dan ‘makhluq’ murapakan kata yang saling berhubungan erat. Dan ini bisa kita sama-sama rujukkepada Al-Qur’an, surah Ar-Rahmaan ayat 1-4: “Ar-Rahmaan (Allah, Al-Kholiq). (Yang) MengajarkanMenciptakan (kholaqo) Manusia (Al-Insaan, Al-Makhluuq). (Yang) mengajarkannyaBayaan.” Insya’ Allah, dengan bashirah (daya pandang) yang senantiasa dituntun oleh fitrah yang suci, kitaakan memahami hakikat ayat ini bahwa: Allah adalah Al-Khaliq yang telah menciptakan makhluq-Nyamanusia) dan membekalinya, menuntunnya, mengajarkan melalui utusannya Al-Qur’an yang merupakanpenjelas bagi segala sesuatu (Al-Bayaan). Dengan berbekal dan berpedoman kepada Al-Qur’an manusiamenjadi terbimbing dan terarah hidupnya. Al- ( Al-Qur’an. (Yang) Jadi akhlaq didalam Islam bukanlah semata-mata sopansantun, etika, atau moral dan hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Islam selalu menyertai definisi dari sisi syari’ah disamping definisi secara bahasa. Ketika Islam (baca: Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW) memperkenalkan sebuah kata atau menggunakan kata yang sudahlazim digunakan manusia, maka kita harus memahami dalam konteks apakah hal itu digunakan? Karena kata-kata yang digunakan Al-Qur’an dan As-Sunnah seringkali memiliki arti sendiri/khas yang tidak selalusama dengan definisi umum (baca: bahasa).
Adalah keliru jika kita sebagai seorang muslim hanya menggunakan definisi secara bahasa saja. Misalnya katasholat yang dalam pengertian bahasa adalah do’a, maka dengan berpedoman pada pengertian sholat sebagaiakan kacau balaulah sholat kaum muslimin karena masing-masing merasa bebas untuk mengekspresikanNamun ketika RasululLah SAW menyatakan ‘Sholluw kama roaytumuniy usholliy’ (sholatlah kamusebagaimana kamu melihat aku sholat) dan RasululLaah SAW mempraktekkan shalat, maka disitulah definisinya diberikan, yaitu ‘gerakan-gerakan yang diawali dengan takbiiratu ‘l-Ihraam dan diakhiri dengansalam, dikerjakan dengan syarat dan rukun tertentu.” Demikian pula kata ‘Al-Jaahiliyyah’ yang diambil daribahasa ‘arab (akar katanya ‘Jahala’), namun tidak pernah digunakan oleh orang ‘arab sendiri sampaimenggunakannya. Karena itu definisi secara bahasanya yaitu bodoh tidak ber- ilmu’ haruslahdiiringi arti secara Al-Qur’an sebagai penentu akan esensi kata tersebut (Ma’na Al-Jaahiliyyah mudah-mudahan sudah pernah dikupas…). ‘Akhlaq’-pun tidak terlepas dari definisi secara syar’i. Perhatikan haditsdiriwayatkan Imam Ahmad berikut ini: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (makaarima ‘l-Akhlaaq).” do’a do’anya. syar’i- Al-Qur’an yang
Disitu digunakan kata akhlaq-nya menggunakan Alif-lam yang sama dengan ‘the’ dalam bahasa Inggeris, jadisudah spesifik apa yang dimaksud dengan Al-Akhlaaq disitu, dan tentunya bukanlah semata-mata etika, sopansantun atau moral. Ibunda ‘Aisyah ra menerangkan: “Adalah akhlaq beliau (RasululLaah SAW) itutelah menegaskan pula bahwa:”Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benarberakhlaq mulia (khuluqin ‘adhiim).” (QS. Al-Qolam:4). Dari hadits-hadits dan ayat diatas dapat dipahamibahwa Al-Akhlaaq, sebagaimana Islam itu sendiri, bersifat menyeluruh dan universal. Ia merupakan tata nilaimemang diset-up oleh Al-Khaliq bagi manusia untuk kemudahannya dan kesejahteraannya dalammenjalankan missi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Ia merupakan tata nilai yang selalu selaras dengan fitrahkemanusiaannya dan sudah pasti sinkron/nyambung dengan Al-Qur’an dan Sunnah RasuluLaah SAW. Al-Qur’an.” Al-Qur’an yang
2. Kemudian, Allah SWT tidak membiarkan kita untuk menginterpretasikan tata nilai tersebut semaunya, berstandard seenaknya, tapi juga memberikan kepada kita RasululLaah SAW yang menjadi uswah hasanah. RasuluLaah SAW merupakan insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada satupun sisi-sisi kemanusiaantidak disentuhnya selama hidupnya. Ia adalah ciptaan terbaik yang kepadanya kita merujuk akan akhlaqmulia. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlaqmulia.” (QS. Al-Qolam:4) “Sesungguhnya telah ada dalam diri RasululLaah suri teladan yang baik bagikalian, yaitu orang-orang mengharapkan (keridhoan) Allah dan (kebahagiaan) hari akhirat, serta banyakmengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab:21) Bagaimana kehidupan sebagai pribadinya adalah rujukan kita. Cara makan dan minumnya adalah standard akhlaq kita. Tidur dan berjalannya adalah juga standard kita. Tangisnya, senyumnya, berfikir dan merenungnya, bicaranya dan diamnya adalah juga merupakan tangis, senyum, berfikir dan merenungnya, bicara dan diamnya kita. Kehidupannya sebagai kepala rumah tangga, anggota masyarakat, kepala negara, da’i, jenderal perang adalah rujukan kehidupan kita. yang yang yang
Demikianlah, Rasulullah SAW memang telah menjadi ukuran resmi yang Allah SWT turunkan bagi kita, dansampai kapanpun ini tidak akn pernah berubah. Contoh-contoh akhlaq beliau: RasululLaah SAW bersabdasehubungan dengan akhlaq hati dan lisan: “Iman seorang hamba tidaklah lurus sehingga lurus hatinya. Dan tidak akan lurus hati seorang hamba sehingga lurus lisannya.” (H.R. Ahmad) Sehubungan dengan hubungansosial, beliau bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetamunya, dan barangsiapa berimankepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim) Dan masihbanyak lagi ibrah lainnya dari kehidupan RasululLaah SAW, yang tidak akan mungkin cukup kolom inimengungkapkannya, yang menunjukkan keagungan dan kemuliaan akhlaq beliau, baik akhlaq terhadap dirisendiri, terhadap sesama manusia, terhadap makhluq lainnya dan tentunya akhlaq terhadap Khaliqnya.
3. Jadi akhlaq Islam itu sudah ada formatnya dan juga mapan, berlainan dengan ‘akhlaq’, moral, etika dalamsistem budaya buatan manusia diluar Islam yang tidak pernah memiliki standar baku dan senantiasa berubahbergantung pada main stream budaya yang ada pada waktu itu. Ukuran kebaikkan dan kesopanan begiturelatif dan variatif, bergantung kepada tempat dan waktu. Dahulu dua orang yang (ma’af) berpelukan danberciuman di depan umum akan dianggap hal yang sangat memalukan dan tidak patut, namun sekarang hal itudianggap biasa dan patut-patut saja. Seseorang yang memegang minuman keras dengan tangan kiri sambilberjalan modar-mandir dan tertawa-tawa adalah hal sangat bisa diterima oleh umum dimanapun, namun tidakoleh Islam, dan Islam tidak mentolerirnya sejak RasululLaah SAW ada sampai sekarang. Imam Al-Ghazalymenyatakan bahwa akhlaq adalah perbuatan seseorang yang dilakukan tanpa berfikir lagi, yaitu sesuatu yang sudah menjadi kebiasaanya sehingga dikerjakan dengan spontan. Misalnya orang yang senantiasa makan danminum dengan tangan kirinya, maka dimanapun, dan dalam keadaan bagaimanapun ia akan spontan makandan minum menggunakan tangan kirinya. Orang yang tidak terbiasa mengucapkan salam kepada sesamamuslim dan terbiasa mengucapkan ‘hello’ ‘goodbye’ juga akan mengucapakan ‘hello’ ‘goodbye’ ketikabertemu seseorang. Oleh karena itu kita harus membiasakan dan menshibghoh (mencelup) diri dengan akhlaqsehingga mentradisi dalam jiwa dan kehidupan kita dan dimanapun serta kapanpun dengan spontanterlihat bahwa akhlaq yang Islami merupakan akhlaq kita. Islam,
Allah SWT berfirman: “Shibghoh Allah, dan siapakah yang lebih baik shibghohnya dari Allah, dan kepada-Nyalah kami mengabdikan diri.” (QS: Al-Baqarah:138).
4. Terakhir, Akhlaq Islam bukanlah semata-mata anjuran menuju perbaikan nilai kehidupan manusia didunia, tapi ia memberikan dampak bagi kehidupannya di akhirat. Seseorang yang berakhlaq baik tentunya akanmendapat ganjaran pahala, dan sebaliknya orang yang berakhlaq buruk pasti ia akan merasakan adzab Allah yang sangat pedih. Seorang yang senantiasa mengucapkan kata-kata yang baik, misalnya, tentunya baik buatdirinya dan orang lain didunia ini dan juga menadapatkan ganjaran pahala yang akan menambah berattimbangan amal sholehnya di hari akhirat kelak. Dan seorang pengumpat, pencaci, penghasud tentunya akanmemberikan akibat buruk bagi dirinya dan orang lain didunia dan melicinkan jalannya untuk menikmati siksadi neraka kelak. Inilah diantara ciri khas Akhlaq Islam, yang pada akhirnya ia membuat setiap muslimterpaksa atau tidak untuk menshibghoh dirinya dengan tata nilai yang telah Allah berikan kepada dia dandengan gamblang dan lengkap telah pula diimplementasikan oleh Muhammad SAW, kekasih-Nya, manusiapilihan-Nya. Wa ‘l-Laahu a’lam bi ‘sh-Showaab, Wa ‘s-Salaamu ‘alaikum wa rahmatu ‘l-Laahi wabarakaatuh, Allah

;;